Rabu, 17 Desember 2008

Tumpek Landep

TUMPEK LANDEP

Saniscara Kliwon Wuku Landep

Om Swastyasthu

Hari raya bagi umat Hindu merupakan suatu peristiwa yang mempunyai makna penyucian baik dari aspek religius maupun dari aspek spiritual. Aspek-aspek ini biasanya dilakukan dengan perayaan maupun dengan pemujaan. Dalam hari raya Hindu di Indonesia ( Bali ) perayaan hari raya yang dilakukan pemujaan seperti; Siwa Ratri atau malamnya Dewa Siwa, Saraswati, dan dari aspek spiritual hari yang mempunyai dan yang dimaknai sebagai pengasahan mental spiritual salah satunya adalah Tumpek Landep.

Tumpek Landep sebagai rentetan hari raya Saraswati, Pagerwesi, Tumpek Landep, Galungan dan Kuningan bisa kita maknai juga sebagai perbandingan pelaksanaan hari raya yang dilaksanakan di India seperti Navaratri atau Dassera, sebagai Durga, Laksmi, dan Saraswati. Yang setiap aspek dipuja selama tiga hari dan puncak pada hari kesepuluh Vijaya Dasami, yang disimbulkan kemenangan Dharma melawan adharma. Mungkin pendekatan itu bisa kita gunakan. Jadi pada Saraswati kita diberikan pengetahuan, Hari Pagerwesi kita melakukan brata untuk menguatkan mentalitas spiritual, Tumpek Landep mengasah kemampuan spiritual, Galungan dan Kuningan adalah puncak evaluasi yang dimaknai dengan kemenangan Dharma.

Meskipun pelaksanaan setiap hari raya di Indonesia dan di India berbeda itu dikarenakan penggunaan sistem penanggalan dan penetapan hari raya di Indonesia ada yang berdasarkan Sasih, Wuku, Bulan, Tahun Saka, Wewaran atau Surya Chandra Pranawa. Tumpek Landep sebagai hari yang disucikan di Indonesia (Bali) ditetapkan berdasarkan Wuku yang jatuh setiap hari Sabtu Kliwon Wuku Landep yang bertepatan sebagai Wuku kedua dari 30 wuku yang diawali dengan Banyupinaruh pada hari pertama Wuku Sinta dan setiap putaran wuku diakhiri dengan Saraswati yang jatuh pada Sabtu Umanis wuku Watugunung. Banyupinaruh berarti kita berusaha mendapatkan air yang memberi kita kekuatan lahir dan bathin, sedangkan Saraswati di akhir wuku memberi kita pengetahuan suci. Jadi setiap perputaran wuku ada usaha-usaha yang terus kita pertahankan untuk mendapatkan kesucian dan pengetahuan. Sedangkan Galungan dan Kuningan juga ditetapkan berdasarkan wuku yang jatuh pada wuku Dungulan dan Kuningan sebagai simbul kemenangan Dharma. Pada Tumpek Landep ini dilakukan penyucian lahir bathin, mental spiritual untuk mewujudkan kehidupan yang agamis (religius), hal ini dilakukan dengan pendekatan pemujaan aspek Ista Dewata dalam wujud I Ratu Ngurah Tangkeb Langit, I Ratu Wayan Tebeng, I Ratu Made Jelawung, I Ratu Nyoman Sakti Pengadangan, I Ratu Ketut Petung (Kanda Pat Sari).

Untuk hal pemujaan aspek Ista Dewata ini sudah dilakukan sejak lama walaupun terjadi pembiasan makna dengan munculnya pemujaan pada unsur logam terutama alat-alat yang terbuat dari besi. Umat Hindu banyak melakukan sekarang dan makin marak dilakukan baik kendaraan roda dua dan empat juga terhadap mesin-mesin pabrik yang terbuat dari logam besi. Kata “Landep” yang berarti tajam dimaknai dengan perkakas yang ujungnya runcing, seperti tombak, keris, pisau, yang umumnya pada waktu lampau sering dipakai sebagai alat untuk berperang. Keris sebagai salah satu benda yang memiliki tuah dan biasanya bertuah mendapatkan tempat tersendiri bagi masyarakat Hindu di Indonesia (Jawa dan Bali). Biasanya pada hari ini dilakukan pemujaan dan pensucian benda-benda sakral dan bertuah yang dimiliki oleh keluarga yang dianggap keramat.

Dalam Bhagawadgita untuk pemujaan terhadap Tuhan dikatakan mempunyai beberapa tujuan;

Caturvidha bhajante mam

janah sukrtino arjuna

arto jijnasur arthathi

jnani ca bharatarsabha (Bhagawad Githa, VII.16)

Orang saleh yang menyembah Aku ada empat macam: orang yang mencari kekayaan, orang yang bijaksana, orang yang mencari pengetahuan dan orang yang dalam keadaan susah.

Tesam jnani nityyukta

ekabhaktir visisyate

priyo hi jnanino ‘tyartham

aham sa ca mama priyah (Bhagawad Githa, VII.17)

Diantara ini orang yang bijaksana, yang selalu terus menerus bersatu dengan Hyang Suci,kebaktiannya terpusat hanya ke satu arah adalah yang terbaik. Sebab Aku kasih sekali padanya dan dia kasih padaKu.

Dengan semangat Hindu kekinian pencarian pensucian mental spiritual juga dibarengi dengan mewujudkan aspek Ista Dewata seperti Dewa Iswara, Brahma, Mahadewa, Wisnu, Mahesora, Rudra, Sangkara, Sambu, Siwa, Sada Siwa, dan Parama Siwa, ke dalam diri kita sendiri. Pemujaan Ista Dewata dalam wujud Kanda Pat Dewa hari ini kita lakukan dengan harapan agar memperoleh keselamatan, kerahayuan, kedirgayusaan, dan waranugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Umat Hindu yang belum terbiasa dengan istilah diatas sering mengarahkan pemujaan terhadap Ista Dewata sebagai salah satu ilmu pelepasan di Bali. Sebetulnya tidak, pemujaan pada aspek Dewa apapun kita tujukan mempunyai tujuan yang pertama adalah terbebas dari neraka menuju Yama Loka, dan mencapai Moksa.

Neraka dalam Srimad Bagavatam dikatakan bahwa ada 29 wilayah penderitaan yang harus dialami oleh jiwa. Neraka adalah keadaan mutlak dan pemisahan penuh dari Tuhan, manusia tidak merasakan cahaya dari kasih, kesucian dan kebenaranNYA. Dunia tanpa cahaya – Asurya Loka. Neraka Tamisra (kegelapan) buat jiwa peminta-minta, digambarkan jiwa yang menderita karena terikat oleh tali kematian dan terlempar secara kejam ke tempat yang gelap gulita, tidak ada makanan dan minuman. Andhatamisra (gelap gulita) tempat bagi jiwa yang menipu istri atau suami dimana jiwa kehilangan semua pengertian dan perasaan bagai pohon yang akarnya tercabut. Raurava tempat bagi jiwa yang menggangap kekayaan duniawi sebagai miliknya, penyiksaan oleh ulat beracun yang disebut Rurus. Maharaurava disini jiwa yang menuruti hawa nafsunya disiksa oleh binatang karnivora. Neraka Kumbhipaka dihuni oleh raksasa yang merebus jiwa dalam minyak goreng yang mendidih bagi jiwa yang tidak suka mengampuni. Neraka Kalasutra bagi jiwa yang menghina rang suci (Brahmana) ia ditempatkan permukaan tembaga yang membara dan dipanasi terus menerus. Neraka Asipatravana hutan yang ditumbuhi dedaunan yang tersusun atas keris runcing dan tajam, jiwa dipaksa berlari melintasi hutan dan dikejar oleh seekor binatang. Neraka ini bagi mereka yang melanggar Dharma dan lemah keyakinan agamanya akan dilempar kesini (Sri Suami Sivananda).

Yama Loka merupakan tujuan bagi jiwa, Citragupta pencatat nasib manusia tinggal di kota “Keadilan” ini. Dibangun oleh Visvakarma yang luasnya seribu Yojana (8 ribu mil). Disebutkan para pendosa menempuh jalur selatan tidak dapat melihat kota ini. Gerbang timur para Brahmana, orang-orang suci, pengikut Dewa Siwa, mereka yang membangun tempat peristirahatan, mendengarkan ajaran suci menuju dewan Kebajikan. Gerbang utara mereka yang mempelajari Weda, yang menghormati tamu, pemuja Durga dan Matahari menuju dewan Kebajikan. Gerbang barat mereka yang mengabdikan diri pada Dewa Wisnu dan Laksmi, mereka yang mengulang-ulang Mantra Gayatri, mereka yang memelihara api rumah tangga, mereka yang mengulang-ulang Weda, melakukan Sraddha untuk leluhur, peduli terhadap kesejahteraan semua mahluk menuju dewan Kebijakan. Dari ketiga pintu ini Dewa Yama menyambut mereka disuguhi pasta cendana dan mereka hidup menikmati sebagai manusia utama beberapa jaman (Sri Suami Sivananda).

Om Santhi Santhi Santhi Om

Yogyakarta 24 Nopember 2007

dr. Putu Melaya

Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Fakultas Kedokteran, UGM.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar